PROFIL

Foto saya
Hidup adalah Perjuangan.

PERJUANGAN BELAJAR

Share it Please

Seorang bijak berkata "Hidup adalah Perjuangan". Kalimat tersebut memang mudah diucapkan oleh siapa pun bahkan oleh seorang anak kecil. Namun alangkah sedikit dari sekian banyak manusia di dunia ini yang benar-benar mampu mengamalkan dan memahami arti yang sesungguhnya dari kalimat tersebut. Ada sesuatu yang sangat menarik untuk disimak dari tulisan ini, karena di dalam tulisan yang ada di hadapan anda ini terdapat sebuah kisah tentang perjuangan hidup seseorang. Penulis berharap semoga setelah anda membaca secara keseluruhan tulisan ini dapat menjadi renungan sekaligus motivasi berharga bagi anda dalam menjalani kehidupan yang fana' ini. Tulisan ini tidak bermaksud menasihati, meremehkan apalagi merubah prinsip hidup orang lain. Tulisan ini dibuat hanya sekedar menjadi bahan renungan dan motivator, khusus bagi penulis dan umumnya bagi orang lain yang berkenan mengambil hikmah dan pelajaran dari hal-hal yang tersebut dalam tulisan ini.

Saya adalah salah satu dari anak seorang petani. Sejak kecil saya sudah biasa bersentuhan dengan dunia pertanian dan terbiasa hidup dalam kesederhanaan, baik dari segi pergaulan, tempat, pakaian, makanan bahkan pendidikan. Saya tinggal di sebuah daerah di ujung Karawang (red. sebelah utara Karawang). Perlu diketahui bahwa saya bukanlah termasuk dari keluarga yang berilmu, berharta dan berpangkat. Sejak masih usia dini saya punya cita-cita menjadi orang sukses, baik di dunia maupun akhirat. Oleh karena itu, sungguh berat dan sulit dibayangkan jika saya bisa meraih kesuksesan dan menggapai cita-cita untuk menjadi orang yang sukses dan tidak dipandang rendah oleh orang lain. Terkadang di sela-sela kesunyian saya berpikir " Apakah mungkin saya bisa meraih cita-cita untuk menjadi orang sukses sementara saya hidup dalam lingkungan yang sangat sederhana dan berbeda dengan orang-orang yang ada di sekitar saya yang notabene berasal dari keluarga berilmu, berharta dan berkedudukan? ". Hampir tiap selesai shalat saya panjatkan doa kepada Allah Ta'ala agar saya diberikan kekuatan mental dalam menempuh hidup ini sehingga mampu merealisasikan semua harapan dan cita-cita yang telah terpatri dalam dada. Kerena saya yakin hanya kepada Allah Ta'ala sajalah tempat mengadu segala keluhan dan minta pertolongan. 

Pada usia 7 tahun, saya mulai menempuh pendidikan di Sekolah Dasar Negeri yang terletak tidak jauh dari tempat tinggal saya. Ketika usia 10 tahun, saya sempat masuk ke salah satu Pondok Pesantren di desa sebelah yaitu Pondok Pesantren Nurul Yaqin dan menimba ilmu di tempat tersebut kurang lebih selama 4 tahun. Setelah lulus dari pesantren tersebut, saya pun melanjutkan ke Pondok Pesantren Miftahus Sa'adah sambil menempuh jenjang pendidikan Madrasah Tsanawiyah Anwarul Hidayah yang letaknya pun masih tidak jauh dari tempat tinggal saya. Walaupun belajar di daerah sendiri, saya merasa percaya diri dan yakin tidak ketinggalan dengan teman-teman saya yang kebetulan belajar di daerah orang yang lintas kota atau lintas provinsi. Pada awalnya saya pun ingin sekali bisa menuntut ilmu di daerah yang jauh dari lingkungan keluarga. Namun apa boleh buat, keadaan ekonomi keluargalah yang menuntut saya agar tetap belajar di daerah sendiri. Saya tidak mau cuma karena terbentur masalah ekonomi sehingga saya tidak bisa melanjutkan studi atau menuntut ilmu. Oleh karena itu, saya mencoba memaksakan diri untuk percaya diri dalam belajar, walaupun cuma di daerah sendiri yang notabene masih serba kurang lengkap, baik dari segi pengalaman, fasilitas dan lain sebagainya. Dalam situasi tersebut saya selalu memotivasi diri agar tidak minder melihat teman-teman yang telah mampu menempuh/melanjutkan pendidikan di daerah yang jauh. Saya yakin dan percaya bahwa yang namanya menuntut ilmu tidak harus di daerah orang lain yang penting adalah kesungguhan kita dalam menggalinya. Di sanalah letak awal perjuangan saya dalam menuntut ilmu. Berkat kesungguhan dan keuletan yang saya jalani, alhamdulillah selama di pesantren Nurul Yaqin, di MTs Anwarul Hidayah hampir setiap ihtifalan (red. acara kenaikan kelas) saya selalu naik ke pentas untuk menerima hadiah. Sejak itulah keyakinan di dalam dada mulai muncul bahwa di manapun tempat kita belajar, kepada siapa pun kita belajar, yang terpenting adalah kesungguhan dan keuletan dalam menjalaninya, maka keberhasilan pun akan kita raih. 

Setelah selesai menempuh pendidikan di MTs Anwarul Hidayah, saya pun mulai ada keinginan untuk melanjutkan ke SLTA. Pada saat itu, tidak sedikit dari teman-teman seangkatan di MTs yang melanjutkan ke SLTA di daerah yang lumayan jauh seperti Jakarta, Banten, dll. Oleh karena itu, muncul dalam hati saya keinginan untuk ikut teman-teman yang melanjutkan studi di daerah tersebut. Namun apa yang terjadi? Lagi-lagi hasrat saya tersebut terhalang oleh minimnya biaya untuk melanjutkan sekolah ke daerah yang jauh. Dalam keadaan tersebut, saya senantiasa berdoa semoga Allah swt memberikan solusi dan jalan terbaik buat saya serta keluarga. Akhirnya saya pun memutuskan untuk tetap melanjutkan studi ke jenjang yang lebih tinggi yaitu tingkat SLTA di daerah sendiri yaitu di Teluk Ambulu, Batujaya (red. Kecamatan Sebelah) bersama teman-teman yang juga belum berkesempatan untuk melanjutkan pendidikan ke daerah orang lain. 

Selama menempuh pendidikan di SMA Mathla'ul Anwar, Teluk Ambulu, Batujaya saya banyak memperoleh pengalaman dan semangat baru dalam menjalani proses belajar. Berbagai prestasi pun sempat saya raih setiap acara ihtifalan (red. hari kenaikan kelas). Pada tahun pertama ihtifalan, alhamdulillah saya meraih peringkat ke-3 dari sekitar 80-an siswa/i seangkatan. Pribadi sangat gembira dan bersyukur pada Yang Maha Kuasa yang telah memberikan potensi dan kesempatan untuk saya sehingga mampu mengukir prestasi di jenjang pendidikan tingkat SLTA walaupun baru duduk di kelas 1 (satu). Pada acara ihtifalan tahun berikutnya, saya pun tampil kembali menjadi seorang siswa yang meraih peringkat lebih baik dari tahun sebelumnya. Pada tahun kedua tersebut saya berhasil meraih peringkat ke-2 dan alhamdulillah memperoleh kenang-kenangan sebuah Al-Qur'an dari kepala sekolah SMA Mathla'ul Anwar. Prestasi yang telah saya raih senantiasa saya pertahankan dan berusaha semaksimal mungkin untuk mencapai yang terbaik. Ketika saya duduk di kelas 3 (tiga), mulailah ada pembagian/klasifikasi jurusan. Pada awalnya saya sangat pesimis untuk bisa masuk ke jurusan Ilmu Pengetahuan Alam (IPA). Karena menurut pengalaman yang ada dan informasi dari teman-teman bahwa untuk masuk ke jurusan IPA lumayan sulit dan rumit. Oleh karena itu saya sempat berkomitmen dalam hati untuk tidak ikut dalam program jurusan IPA, namun cukup ikut bergabung di jurusan Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) yang notabene lebih ringan dan tidak terlalu rumit. 

Proses seleksi pun saya ikuti dengan khidmat sambil tertanam keyakinan bahwa saya pasti hanya mampu masuk ke jurusan IPS. Setelah proses seleksi jurusan selesai, saya pun menunggu keputusan tim seleksi dari sekolah. Ternyata realita yang terjadi saat itu sama sekali bersebrangan dengan apa yang saya duga sebelumnya. Di papan pengumuman seleksi jurusan, nama saya tercantum di kolom nama yang akan menempuh jalur pendidikan di jurusan Ilmu Pengetahuan Alam (IPA). Saya sempat kaget dan merasa heran, "kok bisa gitu?" Padahal ketika saya mengisi soal-soal yang berkaitan dengan materi IPA, saya cuma biasa saja artinya tidak seserius ketika saya mengisi soal yang berkaitan dengan materi IPS. Dalam kesempatan itu, saya sempat protes dan berkonsultasi langsung ke kepala sekolah SMA agar saya dimasukkan ke kelas IPS saja, tapi usulan dan keinginan saya tidak diterima oleh kepala sekolah. Bahkan kepala sekolah berpesan " Jalani saja dulu, kamu pasti bisa." Mendengar pernyataan dari kepala sekolah tersebut, saya pun lantas merubah pola pikir bahwa saya tidak boleh pesimis dengan sesuatu yang belum terjadi dan belum saya alami.  

"Jalani saja dulu " Itulah satu pesan yang selalu menjadi motivasi buat saya sehingga terus melaju tanpa menghiraukan kemungkinan terburuk dalam hidup. Sejak saat itu saya memiliki spirit dan prinsip hidup yang baru bahwa saya tidak boleh takut terhadap bayang-bayang hitam masa depan dan kemungkinan terburuk dalam hidup, yang terpenting adalah saya jalani yang ada dengan sebaik-baiknya dan berusaha mempersiapkan yang terbaik untuk masa depan, sehingga muncul kembali slogan baru " Aku Pasti Bisa."  

Proses belajar di jurusan IPA pun saya jalani dengan sebaik-baiknya dan berusaha semaksimal mungkin untuk mempersembahkan yang terbaik untuk kedua orang tua, guru dan lingkungan. Salah satu kebahagiaan yang paling besar buat saya adalah ketika melihat orang tua dan guru bangga melihat saya berhasil dalam belajar apalagi hingga menoreh prestasi yang cukup mengagumkan. 

Setahun sudah saya mengikuti proses belajar di jurusan Ilmu Pengetahuan Alam (IPA). Kini tinggal menunggu hasil dan buah dari perjuangan belajar yang saya jalani selama satu tahun lamanya di kelas IPA. Ketika tiba acara ihtifalan di tahun ke-3, maka saya cuma bisa berharap dan berdoa mudah-mudahan hasil yang saya raih tidak terlalu memalukan dan mengecewakan. Saat itu merupakan saat yang sangat mengharukan buat saya karena tidak disangka dan tidak diduga sebelumnya ternyata saya disebut-sebut sebagai siswa yang meraih peringkat pertama di jurusan Ilmu Pengetahuan Alam (IPA). Perasaan tidak percaya sempat muncul pada waktu itu, tapi lambat laun saya pun menyadari bahwa ini adalah realita dan hasil dari semua perjuangan yang saya lalui di kelas IPA. Ini juga menjadi pelajaran berharga buat saya pribadi maupun bagi siapa saja bahwa yang terpenting dalam hidup untuk meraih harapan dan cita-cita adalah jangan terlalu terfokus pada hasil yang akan diraih, akan tetapi menjalani proses dengan memberikan yang terbaik dalam menjalani proses tersebut, itulah yang terpenting.  

Selama 3 tahun saya menempuh pendidikan di jenjang SLTA yaitu di SMA Mathla'ul Anwar Teluk Ambulu, Batujaya, Karawang dan dinyatakan lulus oleh kepala sekolah dengan membawa nilai dan prestasi yang cukup membanggakan buat orang tua, guru dan orang-orang di sekitar. Ketika tiba waktu perpisahan, saya sangat terharu dan sedih karena harus berpisah dengan orang-orang yang telah banyak memberikan kontribusi kepada saya, baik dari segi ilmu pengetahuan, pengalaman, dan berbagai motivasi diri sehingga saya betul-betul faham akan arti dari sebuah kehidupan dan trik dalam memperjuangkannya. 

Setelah acara perpisahan selesai, maka saya bersama teman-teman yang lain mulai membicarakan tentang rencana melanjutkan studi ke jenjang yang lebih tinggi lagi, yaitu perguruan tinggi baik negeri maupun swasta. Ketika itu, saya hanya bisa mendengarkan dan menyimak perbincangan teman-teman yang begitu mengguirkan tentang rencana mereka untuk melanjutkan study ke perguruan tinggi. Bahkan ada di antara mereka yang sempat menyebut-nyebut perguruan tinggi negeri bergengsi di Jakarta dan Bandung, seperti Universitas Indonesia (UI), Universitas Islam Negeri (UIN) Jakarta, Institut Pertanian Bogor (IPB), Institut Teknologi Bandung (ITB), dan lain sebagainya. Mendengar obrolan mereka saya cuma bisa diam dan mengelus dada seraya berucap dalam hati "Mana mungkin saya bisa masuk ke sana, sedangkan saya tidak punya persiapan apa-apa, baik dari segi biaya maupun pengalaman. Karena saya sadar, mereka bisa berbicara seperti itu karena mereka memang sudah diberi pengalaman dan motivasi dari masing-masing orang tua mereka yang kebanyakan sudah merasakan proses pendidikan di perguruan tinggi, baik di daerah maupun di luar daerah. Sementara saya cuma anak dari seorang petani yang tiap hari cuma mengenal dan bergelut dengan cangkul. " 

Demi cita-cita dan kesuksesan masa depan, saya tidak boleh putus asa dan putus harapan. "Jika mereka bisa, kenapa saya tidak bisa?" Kemudian langkah selanjutnya, saya menyatakan ikut bersama teman-teman seangkatan untuk mendaftar di berbagai perguruan tinggi negeri di Jakarta dan sekitarnya melaui jalur SPMB (Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru) Nasional. Dalam kesempatan tersebut, saya mengambil dan berencana untuk daftar di dua Universitas, yaitu Universitas Islam Negeri (UIN) Jakarta jurusan Bahasa dan Sastra Arab dan Universitas Brawijaya Malang jurusan Komunikasi. Teman-teman yang ikut seleksi tersebut sekitar 10 orang siswa/i. Pada waktu pelaksanaan Tes Seleksi, saya dan teman tidak berada dalam satu tempat, artinya teman-teman menyebar di wilayah Jakarta. Dan alhamdulillah saya mendapat tempat tes di Universitas yang menjadi pilihan pertama saya, yaitu Universitas Islam Negeri (UIN) Jakarta.

Pelaksanaan Tes SPMB Nasional tanggal 14 – 15 Juli 2004 dengan jumlah peserta ± 14.000. Dan pada tanggal 12 Agustus 2004 dibuka pengumuman kelulusan Tes SPMB Nasional via internet dan media massa dengan jumlah peserta yang dinyatakan lulus ± 7.000 peserta. Ketika itu saya sempat merasa tidak yakin untuk bisa lulus seleksi karena mengukur kemampuan dan peluang (kuota) yang disediakan oleh masing-masing perguruan tinggi. Subhaanallah… Takdir Allah berkata lain, ternyata saya dinyatakan lulus dan masuk ke Universitas Islam Negeri (UIN) Jakarta. Dan dari 10 siswa/i utusan SMA Mathla'ul Anwar yang ikut SMPB Nasional, hanya ada 2 orang yang berhasil lulus seleksi. Saya dinyatakan lulus di UIN Jakarta dan teman saya, Ilham Fahmi (anak dari ketua Yayasan Perguruan SMA Mathla'ul Anwar, Batujaya) dinyatakan lulus di Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Bandung.

Pasca pengumuman kelulusan Tes SPMB Nasional pada tanggal 12 Agustus 2004, saya pun segera melakukan registrasi (daftar ulang) ke bagian Akademik Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta dengan total biaya sekitar 1.400.000 rupiah. Ada sesuatu yang sangat berkesan buat saya ketika melakukan registrasi tersebut. Pada awalnya saya mendapatkan informasi dari pihak akademik UIN Jakarta via telepon bahwa biaya keseluruhan yang harus saya serahkan hanya sekitar 1.250.000 rupiah. Oleh karena itu saya pun hanya mempersiapkan untuk biaya registrasi tidak lebih dari nominal yang diinformasikan dari pihak Akademik. Namun setelah saya tiba di Bagian Akademik UIN Jakarta, ternyata biaya registrasi untuk mahasiswa yang lulus tes melalui jalur SPMB Nasional memang 1.400.000 rupiah. Sedangkan yang diinformasikan oleh Bagian Akademik via telepon itu adalah biaya registrasi untuk mahasiswa yang lulus tes melalui jalur SPMB Lokal/Mandiri UIN Jakarta. Dalam keadaan terdesak seperti itu, saya berusaha mengurangi sedikit rasa malu untuk meminjam uang kepada orang - padahal ketika itu saya belum punya kenalan seorang pun. Akhirnya saya pun mencoba untuk meminjam uang ke Bank BNI terdekat (persis di sebelah kampus UIN Jakarta), namun upaya saya gagal begitu saja karena untuk meminjam uang di Bank harus menjadi nasabah terlebih dahulu. Ketilka itu saya benar-benar bingung dan tidak tahu sama sekali apa yang harus saya lakukan untuk mendapatkan uang sekitar 150.000 rupiah. Jika saya harus pulang kampung terlebih dahulu, rasa-rasanya hal itu tidak mungkin karena waktu untuk registrasi hanya hari itu saja sedangkan untuk pulang ke Karawang butuh waktu yang cukup lama. Perasaan bingung bercampur gelisah senantiasa menyelimuti saya saat itu. Bingung karena uang registrasi tidak cukup dan gelisah takut-takut jika saya tidak bisa melakukan registrasi hari itu, maka saya dinyatakan mengundurkan diri untuk masuk dan menjadi mahasiswa baru UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 

Ketika waktu shalat zhuhur tiba, maka saya pun segera bersiap-siap untuk melaksanakan shalat zhuhur berjama'ah di masjid Fathullah (berada di sebrang jalan kampus UIN Jakarta). Selesai menunaikan shalat, kebingungan dan rasa gelisah pun mulai tidak betah berada dalam diri saya. Oleh karenanya, dalam keadaan tenang disertai keyakinan yang mantap bahwa Allah Maha Mendengar dan Mencukupi kebutuhan hamba-Nya, saya pun mulai memanjatkan do'a agar Allah swt segera berikan solusi (jalan keluar) dari permasalahan yang tengah saya hadapi.  

Setelah itu saya mulai duduk di teras masjid, sambil sesekali berpikir "kira-kira siapa yang saya bisa hubungi". Tiba-tiba muncullah ide dalam pemikiran saya, bahwa waktu pelaksanaan Tes Seleksi SPMB Nasional, saya sempat bermalam di salah satu rumah saudara dari teman yang menjadi peserta tes. Untungnya ketika itu saya sempat menyimpan nomor HP beliau. Jadi ketika saya hendak menghubunginya tidak terlalu ada hambatan. Tanpa ada rasa ragu-ragu lagi, saya pun langsung menghubungi beliau dan berterus terang terhadap permasalahan yang tengah saya alami, artinya ketika itu saya langsung bilang dan mohon kepadanya agar berkenan meminjamkan uang sekitar 150.000 rupiah kepada saya untuk menambah kekurangan biaya dalam proses registrasi di bagian akademik UIN Jakarta. 

Alhamdulillah beliau pun sangat merespon baik dengan tekad baik saya untuk bisa melakukan registrasi secepatnya. Kemudian beliau pun meminta saya untuk menunggu di depan masjid agar mudah berjumpa karena saat itu beliau belum kenal/hapal betul wajah saya. Tak lama kemudian, saya pun berhasil berjumpa dengan beliau dan beliau langsung memberikan uang sejumlah yang saya butuhkan yaitu sekitar 150.000 rupiah. Betapa bahagia dan bersyukurnya saya saat itu karena akhirnya menemukan uang tambahan untuk biaya registrasi masuk UIN Jakarta. 

Selang waktu satu minggu, saya bersama kawan-kawan mahasiswa baru pun kembali lagi ke kampus UIN Jakarta untuk mengikuti proses pengenalan studi dan almamater (PROPESA) yang diselenggarakan oleh Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) UIN Jakarta. Ketika hari pertama pembukaan PROPESA (ketika pembagian kelompok) saya sempat datang terlambat yang akibatnya saya tidak termasuk dalam kelompok-kelompok yang telah dibentuk oleh kaka-kaka kelas yang pada waktu itu menjadi panitia PROPESA. Akhirnya, setelah berkomunikasi kesana-kemari saya pun berhasil menemukan kelompok dengan bantuan salah satu kaka panitia. 

PROPESA yang diselenggarakan oleh Badan Eksekutif Mahasiswa menurut saya sangat baik dan memotivasi seluruh mahasiswa baru untuk lebih mengenal aktivitas dunia kampus. Sejak mengikuti acara PROPESA tsb, saya merasa dibawa ke sebuah lingkungan atau suasana yang benar-benar saya rasakan berbeda dengan suasana sebelumnya. Sejak masih menjadi komunitas berseragam putih-biru saya kurang dikenalkan dengan suasana semacam itu. Jadi menurut saya pribadi acara PROPESA itu benar-benar berkesan dan mampu membangkitkan semangat akademis dan menggelitik mental-mental kristis sebagai seorang mahasiswa.

PROPESA berlangsung dengan baik tanpa ada sesuatu yang tidak diinginkan hingga tiba hari penutupan PROPESA. Satu keuntungan lain dalam acara PROPESA adalah bertambahnya jumlah teman dari berbagai karakteristik dan idealisme. Saya berharap pada waktu itu dapat merangkul teman sebanyak-banyaknya walau berasal dari berbagai latar belakang yang berbeda. Hal itu saya maksudkan agar saya mampu menggali berbagai pengalaman yang berguna bagi saya dalam menjalani kehidupan akademis di lingkungan kampus yang megah. Saya sama sekali tidak merasa minder ataupun perasaan tidak percaya diri. Perasaan-persaan semacam itu saya buang sejauh-jauhnya karena saya sadar bahwa jika perasaan itu selalu menyelimuti jiwa dan pemikiran, maka pribadi saya akan sulit bergerak untuk maju meraih cita-cita. Ada satu perasaan yang selalu saya jadikan cambuk penyemangat dalam meniti tangga cita-cita yaitu "Aku Pasti Bisa". Dengan modal keyakinan seperti itu alhamdulillah segala hal yang awalnya dianggap sulit ternyata mampu terlewati dengan sangat mudah. Dari sini saya banyak belajar bahwa seberat dan sebesar apapun kesulitan yang menghadang kita, selama ada keyakinan dalam hati bahwa kita pasti bisa dan mampu, maka semua itu akan mudah terselesaikan. Percayalah……!

Acara PROPESA pun telah usai. Sekarang adalah waktunya untuk mencari tempat yang pasti untuk berteduh selama proses perkuliahan saya jalani. Berbagai tempat saya coba telusuri sembari melontarkan pertanyaan ke para pemilik tempat kost/kontrakan seraya terucap "Apakah masih ada kostan/kontrakan yang kosong?" Bukan hanya satu dua tempat yang saya sempat jajaki, tapi lumayan banyak. Karena disamping mencari tempat berteduh, saya juga sangat berharap mendapatkan tempat yang cocok dan strategis. Karena saya ingat salah satu pesan teman karib saya bahwa tempat/posisi menentukan prestasi. 

Berselang beberapa waktu, namun masih pada hari yang sama, saya benar-benar dikejutkan oleh susuatu yang tidak diduga sebelumnya. Ternyata ketika saya mencari tempat kos/kontrakan di dekat Masjid Al-Husna yang beralamat di Jalan Semanggi II RT 003 RW 03, Cempaka Putih, Ciputat, eh malah saya diminta untuk jadi Ta'mir (red. Marbot) di masjid tersebut. Tinggal di masjid berarti saya tidak usah repot-repot lagi untuk mencari tempat kost/kontrakan. Secara otomatis saya pun tidak usah bingung-bingung untuk memikirkan biaya kontrakan selama sekian tahun bahkan selama saya menyandang status sebagai mahasiswa di UIN Jakarta. Buat saya, ini bukan kejutan tapi saya benar-benar sedang ketiban bulan dari langit. Bagaimana tidak… saya merasa bahwa nasib yang saya alami saat itu sangat beruntung dibanding dengan teman-teman se-angkatan pada waktu itu. Bayangkan saja, ketika orang-orang di sekitar sibuk untuk mencari tempat kontrakan, tapi saya malah dapat kepercayaan untuk tinggal di masjid sebagai Ta'mir. Mungkin bagi teman-teman masih ada yang merasa alergi atau gengsi untuk tinggal di masjid, apalagi ketika berstatus mahasiswa. Namun untuk saya tidak. Ketika itu tidak ada yang namanya gengsi-gengsian atau alergi. Yang pasti ini adalah jalan Tuhan yang harus saya ikuti dan manfaatkan sebaik-baiknya. 

Ketika saya benar-benar diterima untuk menjadi Ta'mir di masjid itu, rasa gembira, bangga, sekaligus perasaan haru seolah menyelimuti sekujur tubuh saya. Tanpa ragu-ragu, kabar yang sangat bagus itu pun saya langsung sampaikan kepada orang tua setibanya saya di kampung halaman. Betapa bahagia dan senangnya orang tua saya ketika mendengar cerita bahwa saya diangkat dan diminta untuk jadi pengurus di salah satu masjid yang terletak tidak jauh dari kampus dimana tempat saya kuliah. Beribu doa dan sejuta harapan terucap dari bibir keluarga saya yang berada di kampung. Mereka semua berharap apapun yang saya cita-citakan bisa tercapai dengan maksimal. 

Seminggu kemudian, setelah saya mempersiapkan segala sesuatu yang menyangkut kebutuhan perkuliahan, saya, bapak, dan guru saya (Ust. Syawiri ZA.) mengiringi dan mengantarkan saya ke UIN Jakarta untuk memulai kegiatan perkuliahan. Dengan langkah tegak, hati yang tulus, tekad yang kuat, saya mulai langkahkan kaki untuk melaju menuntut ilmu di sebuah kampus favorit, UIN Jakarta. Dan pada hari itu pula terjalin komunikasi dan silaturahim antara keluarga saya dengan keluarga DKM Al-Husna (H.Misanturin). Mudah-mudahan ini adalah awal yang baik buat saya dan untuk semua. Amien…..

Sembari menjalani kuliah di kampus tercinta, saya pun tidak luput dari kesibukan sebagai seorang yang bertugas menjaga kemakmuran masjid. Mulai dari masalah kebersihan, rutinitas adzan-iqomah, kegiatan pengajian (dari bapak-bapak, ibu-ibu, sampai anak-anak kecil) bahkan acara-acara peringatan harus saya ikuti dengan sebaik-baiknya. Mungkin (kalau saya boleh curhat sedikit) selama tinggal di masjid sebagai ta'mir, banyak hal yang saya dapatkan yang justru di bangku perkuliahan saya tidak dapatkan. Salah satu hal yang sangat mencolok adalah kemampuan yang cukup tajam dalam berkomunikasi dengan masyarakat. Secara umum ilmu-ilmu masyarakat memang tidak diajarkan secara langsung dalam perkuliahan kecuali teori-teori saja. Tapi justru selama saya tinggal di masjid, sebagai pengurus masjid, saya bisa langsung praktek dan berbaur dengan masyarakat, walaupun tanpa ada teori sebelumnya. Itulah kelebihan yang dapat saya rasakan hingga saat ini. 

Hidup adalah perjuangan dan setiap perjuangan pasti ada halang rintangnya. Suka duka dalam hidup, di manapun kita berada pasti ada. Kalau ada yang bertanya, apakah tinggal di masjid ada dukanya juga? Menurut pendapat saya pribadi, dan sesuai yang saya alami selama tinggal di masjid menjadi pengurus masjid, yaa pasti ada dong suka-dukanya. Tapi sukanya pasti lebih banyak dibanding dukanya. Sebenernya sich tergantung kita juga, bagaimana kita menyikapi setiap masalah yang dihadapkan kepada kita. Jika kita mampu kontrol diri dan semua tugas dilakukan dengan rasa tanggung jawab, pasti semua yang kita lakukan akan baik-baik saja. 

Alhamdulillah dengan penuh kesabaran dan rasa tanggung jawab, saya mampu bertahan tinggal di Masjid Al_Husna kurang lebih selama 4 tahun setengah. Itu artinya saya tinggal di masjid tersebut dari awal PROPESA hingga WISUDA. Bahkan setelah wisuda saya masih sempat tinggal di sana sampai beberapa bulan lamanya. Mungkin ada lagi pertanyaan, lantas bagaimana dengan proses perkuliahan yang harus dijalanani seiring dengan kesibukan yang lumayan padat di masjid? Buat saya kedua-duanya adalah tugas mulia yang harus saya selesaikan dengan seimbang tanpa harus ada hal yang diprioritaskan. Dan perlu disampaikan bahwa kedua-duanya saya jalani dengan penuh rasa percaya diri, yakin, dan istiqomah. Sehingga antara satu dengan yang lainnya mampu berjalan beriringan hingga akhirnya tercapai tujuan. 

Alhamdulillah selama menjalani perkuliahan saya tidak mengalami hambatan sama sekali (yaaa walaupun makan ala kadarnya). Tapi sekali lagi saya benar-benar bersyukur kepada Allah atas semua karunia yang telah dilimpahkan kepada saya. Walaupun saya termasuk dalam kelas menengah ke bawah, tapi pada kenyataannya saya mampu bersaing dengan teman-teman mahasiswa yang notabene termasuk dari golongan kelas atas sekalipun. Karena saya punya keyakinan, selama kita sama-sama makan nasi dan minum air, kenapa saya harus minder dan mau mengalah dengan mereka. Kecuali mereka makan besi dan minum air timah… he he he.

Sepanjang masa perkuliahan, di samping saya aktif mengikuti kuliah dengan sebaik mungkin, saya juga tidak mau ketinggalan dengan teman-teman yang pada waktu itu mengikuti berbagai kegiatan di kampus. Di kampus UIN Jakarta memang banyak menyediakan berbagai fasilitas untuk pengembangan diri para mahasiswa, mulai dari yang biasa-biasa saja sampai kepada hal-hal yang cukup ekstrim. Sebut saja di antara kegiatan yang ada di dunia kampus di antaranya seperti Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM), Lembaga Dakwah Kampus (LDK), Menwa, Pramuka, Pancak Silat, Taekwondo, dan sejenisnya, Kelompok Pecinta Alam, Group Musik, Komunitas Olah Raga, Team Kesehatan (PMI, KSR dll), Koperasi Mahasiswa, Komunitas Pecinta Budaya Islam/Himpunan Qori-Qori'ah Mahasiswa, Kelompok Jurnalistik, dan masih banyak yang tidak sempat saya sebutkan. Apakah saya ikut semuanya? Ya pastinya tidak dong…. Hal itu dikarenakan semua kegiatan yang saya sebutkan tadi nyaris menggunakan waktu yang bersamaaan. Jadi boleh dikatakan hampir tidak mungkin bagi saya untuk bisa mengikuti seluruh kegiatan tersebut. Saya Cuma bisa menyempatkan waktu untuk ikut bergabung di Himpunan Qori-Qori'ah Mahasiswa (HIQMA) dan menyempatkan ikut dalam kepengurusan di Badan Eksekutif Mahasiswa Jurusan Bahasa dan Sastra Arab, yang waktu itu sempat diberi kepercayaan untuk menjabat sebagai koordinator LSO Bidang Bahasa. Sungguh banyak kenang-kenangan dan berbagai pelajaran yang saya dapat ambil dari kegiatan-kegiatan yang diikuti selama berada di kampus tercinta.  

Kampus UIN Jakarta adalah salah satu kampus ternama bukan hanya di sekitar Jakarta, tapi ternama di Indonesia. Bahkan untuk sekarang-sekarang ini, UIN Jakarta akan menjadi kampus berstandar Internasional "toward the world university". Dengan demikian, secara otomatis diperkirakan banyak calon-calon mahasiswa yang berasal dari pelosok negeri bahkan dari luar negeri yang melirik UIN Jakarta sebagai kampus/universitas tempat mereka melanjutkkan studi dan pengembangan intelektual.

Oleh karena itu, ikatan emosional para mahasiswa yang berasal dari satu komunitas atau daerah tertentu sangat kuat dan kental. Ada komunitas para mahasiswa yang menamakan diri sebagai para alumni pondok pesantrenm Al-Amin, Madura. Ada juga yang dari Pondok Pesantren Tebu Ireng, Jombang, JATIM. Ada pula yang sifatnya kedaerahan, seperti Mahasiswa asal Banten (HMB), Asal Sulawesi, Medan, Lombok, dan lain-lain. Tidak ketinggalan juga para mahasiswa yang berasal dari daerah Karawang (KMIK) Jakarta. 

Mungkin saya tidak akan menceritakan asal usul pertama kali masuk ke dalam organisasi kedaerahan seperti KMIK Jakarta secara detail. Yang pasti saya bergabung di KMIK Jakarta dalam rangka mengokohkan tali persaudaraan antara para mahasiswa yang berasal dari satu daerah, yaitu Karawang. Juga sebagai komunitas yang kelak mampu mengasah intelektual dan ketajaman jiwa kritis terhadap berbagai keadaan terutama kepada pemerintahan Karawang sendiri.

Tidak sedikit pelajaran dan pengalaman yang telah saya dapatkan tatkala ikut serta dalam organisasi kedaerahan seperti KMIK Jakarta. Mulai dari pengalaman surat-menyurat, profosal, pengalaman me-manage situasi dan kondisi, pembelajaran melobi, dan banyak lagi pengalaman-pengalaman berharga yang dapat saya peroleh dari sana. Satu hal yang ingin saya ungkapkan bahwa saya mulai bergabung di KMIK Jakarta sejak awal masuk perkuliahan hingga lulus dan bahkan sampai sekarang saya masih dilibatkan untuk kegiatan-kegiatan KMIK Jakarta yang sifatnya insidental. Kalau dikatakan sibuk dan padat, yaa begitu dech.. Saya harus memberikan pengabdian di masjid Al-Husna sebagai ta'mir, belum lagi kalau kebetulan ada jadwal mengajar kaum ibu di masjid, dikejar-kejar schedule kegiatan kampus, seperti HIQMA, dituntut pula untuk membuktikan loyalitas terhadap KMIK Jakarta. Waah pokoknya seruuuu dech. Semua itu saya jalani dengan rasa khidmat dan semangat. Karena saya sadar bahwa apa yang saya jalani saat itu akan menjadi pengalaman berharga yang tidak dapat dibeli bahkan oleh emas permata. Semoga saya selalu mendapatkan bimbingan dari Allah swt dan apa pun yang saya jalani senantiasa mendapatkan keridloan dari-Nya….. Amien

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Blogroll

About